DAPATKAH ARSITEKTUR MENJADI ALAT KRITIK PADA LINGKUNGANNYA?
Rumah berukuran 320 meter persegi ini disebut Rumah Miring, atau Slanted House. Berdiri di atas lahan seluas 8 meter di Pondok Indah, rumah ini pertama kali dibangun pada tahun 1970-an dan 1980-an. Arsitek Budi Pradono menciptakan "antitesis ekstrim" untuk kolom dekoratif dan detail mediterania yang ditampilkan di rumah tersebut. Ketika rencana untuk merenovasi rumah pertama kali terungkap pada 2011, para arsitek menggambarkan proyek tersebut sebagai "simbol anti kemapanan". Bingkai baja putih menyelubungi rumah yang bersandar miring ke arah jalan ini. Lebih tinggi di atas garis atap rumah tetangga, sudut miringnya dimaksudkan sebagai kritik terhadap lingkungannya. "Beberapa anggota parlemen yang paling sukses di Jakarta, serta beberapa selebritis yang berasal dari daerah lain, merasa seperti harus memiliki rumah di daerah ini," kata pendiri studio Budi Pradono Architects, Budi Pradono. Ia menambahkan, simbol-simbol kesuksesan ini umumnya ditunjukkan oleh bahasa arsitektur. Misalnya, beberapa kolom struktural yang mirip dengan yang ada di Italia atau Perancis. Pilar-pilar ini menunjukkan keberhasilan.
TANGGAPAN ARSITEK DAN OWNER
Bangunan ini berada di kawasan Pondok Indah, sebuah kawasan
elit dengan banyak rumah-rumah berukuran besar yang seolah mencerminkan
kesuksesan pemiliknya. “Bangunan ini adalah antitesis dari rumah-rumah mewah
itu. Saya ingin menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang tidak harus ‘dirayakan’
dengan bentuk-bentuk rumit dan eksploitasi warna emas pada huniannya. Cukup
bentuk kotak saja. Supaya ekstrim, saya bentuk miring,” jelas Budi Pradono
sebagai desainer rumah miring. Ekspos konstruksi baja juga untuk memenuhi
selera klien akan gaya industrial. “Saya tidak suka sesuatu yang terlihat
mewah. Dari sejak sekolah dulu, saya lebih menyukai rumah-rumah seniman dengan
konsep loft,” ujar Christina, yang juga pemilik CG Artspace.
Rumah yang juga berfungsi sebagai galeri ini memang sangat
terbuka, terutama di lantai dasar. Lantai di atas kolam renang berisi kamar
tidur utama dengan kamar mandi yang luas. Untuk mencapainya digunakan tangga
besi yang bolong-bolong agar air hujan tidak menggenang dan membuatnya licin.
Tangga ini menerus hingga ke lantai tiga yang juga berisi kamar tidur dan
living room yang bisa menjadi ruang pamer karya seni. Ruangan ini memiliki dinding-dinding
kaca sehingga memberi pemandangan 180 derajat. “Untuk membatasi radiasi panas
matahari masuk, saya menggunakan kaca double yang memiliki ruang hampa udara di
antaranya,” jelas Budi tentang kaca yang menegaskan bentuk miring rumah ini.
“Waktu pembangunan saya tidak mempertimbangkan feng shui bentuk miring seperti
ini. Sempat terpikir tapi urung saya tanyakan ke ahlinya. Saya takut feng
shui-nya jelek dan saya harus mengubah bentuknya,” ujar Christina tertawa.
PERMASALAHAN
Paradigma masyarakat tentang hunian mewah harus berpenampilan klasik eropa dimana rumah mewah tersebut menunjukan ornamen dan detail-detail rumit hanya semata-mata untuk menunjukan hasil kerja keras dan kesuksesan seseorang.
TANGGAPAN PENGKRITIK
Menurut saya, memiliki hunian mewah memang menjadi impian banyak orang. Meskipun setiap orang
memiliki selera yang berbeda, bukan berarti hunian mewah harus berpenampilan
klasik dengan bentuk-bentuk detailnya yang rumit namun hanya sebagai “topeng”
semata. Hal ini juga saya temukan tentang presepsi banyak orang tentang hunian mewah harus
“berpakaian” klasik tanpa mempertimbangkan kenyamanan dan efisiensi energi yang
ujung-ujungnya menggunakan AC berlebihan.
Bahkan hunian dengan bentukan kotak sederhana namun tetap
mempertimbangkan fungsi, kekuatan, dan estetika memiliki kemewahan tersendiri seperti
yang dituangkan pada desain rumah miring karya arsitek Budi Pradono.
dan menurut saya sebagai mahasiswa arsitektur, hal ini menjadi tantangan bagi para arsitek masa kini maupun mendatang
untuk mengedukasikan kliennya bagaimana mendefinisikan kata mewah kedalam
berbagai arti untuk desainnya. Serta mampu memberi wawasan tentang bagaimana
hunian yang tidak hanya mementingkan kindahan namun tetap mempertimbangkan konteksnya. Dan kalaupun
tetap ingin menuangkan karya dalam bentuk arsitektur klasik setidaknya seorang
arsitek memiliki wawasan yang luas tentang arsitektur klasik sebagaimana
mestinya
Terimakasih,
Komentar
Posting Komentar